Jakartabeat Music Writing Contest I - 2010 “Wajah Musik Indonesia”



Sejak era Bing Slamet yang membius para penggemar hingga era kelompok-kelompok indie yang menggebrak, musik Indonesia senantiasa menyajikan serpihan-serpihan  fenomena yang memikat untuk dicatat.

Jakartabeat.net mengundang rekan-rekan mahasiswa di seluruh Indonesia untuk mengikuti kompetisi menulis musik yang baru pertama kali diadakan ini, untuk turut memberi kontribusi pada peningkatan keragaman jurnalisme musik di Tanah Air, pun pada perkembangan musik Indonesia itu sendiri.
Apa yang bisa ditulis? Bisa tentang musisi, kelompok musik, perusahaan rekaman, album musik, produser, lirik lagu, radio yang mendedikasikan diri pada musik tertentu, komunitas fans genre tertentu, tentang toko musik/kaset/CD/piringan hitam legendaris di tempat Anda tinggal, komunitas indie di kota masing-masing, konser musik, hubungan politik dengan musik, dan lain-lain.  Apa saja, sejauh terkait dengan musik Indonesia, dari seluruh ragam genre dan lintas waktu.

Jakartabeat Music Writing Contest I juga bertujuan mengembangkan jurnalisme musik Indonesia pada teritori baru, melampaui pemahaman dan praktik jurnalisme musik yang hanya menyampaikan facts dan who’s who.

Tulisan sedapat mungkin mengikuti gaya tulisan Jakartabeat.net yang menekankan penulisan esai/feature, mengekspresikan pengalaman dan kecintaan pada musik, serta segala aspeknya. Peserta dipersilakan mengeksplorasi tulisan-tulisan, tidak terbatas di rubrik musik, di http://www.jakartabeat.net

The black circle is spinning again

oleh Tifa Asrianti, The Jakarta Post


It’s almost a cliché to say that vinyl records are for old folk, people who have so much time for the Beatles or Beethoven.

Invented in the thirties as then the most convenient sound-carrying medium, the black vinyl fell by the wayside in the late 1980s, soon after the mass-production of the compact disc (CD).

And as the compact disc has now been eclipsed by the even more convenient mp3, the strange thing is that long-playing (LP) records is making a comeback, especially among serious music fans who scoff at the cold comfort of mp3s and the miniaturized music of the CD format.

Some of Indonesia’s pressing plants were forced to shut down in the early 1980s and today no local music is released on black vinyl, but a group of dedicated music fans are going against the odds to collect vinyl records, both from local and international artists.


Biar Mahal asal Melegenda

Oleh Herlambang Jaluardi

Piringan hitam, pelat, atau vinil seolah merupakan warisan dari abad silam dan identik dengan kekunoan. Dua tahun belakangan format ini justru kembali menjadi tren dan berputar kencang menentang arus pembajakan musik berformat digital.

Pearl Jam, band rock asal Seattle, Amerika Serikat, pernah menulis lagu tentang kecintaan mereka terhadap piringan hitam. Judulnya "Spin the Black Circle", dirilis tahun 1994. Semula banyak yang menginterpretasikan lagu itu dengan konsumsi heroin karena ada kata-kata needle atau jarum yang dinyanyikan oleh segerombolan lelaki kumuh berambut panjang. Namun, di hadapan ribuan penggemar pada sebuah konser, Eddie Vedder, vokalis, menyatakan bahwa lagu itu hanya menceritakan keasyikan mendengarkan piringan hitam. "It's about old records, anyone remember old records?" katanya seperti yang terdengar dalam rekaman tak resmi konser itu.

Workshop Jurnalisme Warga dan Jurnalisme Konvergen || Common Room, 23 s/d 25 April 2010

 

Workshop Jurnalisme Warga dan Jurnalisme Konvergen

Tempat : Common Room, Jalan Kyai Gede Utama no. 8, Bandung
Tanggal : 23 s/d 25 April 2010
Waktu : Pukul 15.00- selesai (jadwal kegiatan setiap hari terdiri dari beberapa sesi yang berbeda)
Biaya : Umum Rp 50.000, Mahasiswa Rp. 30.000
Fasilitas : Makalah, sertifikat, dan snack
Narasumber: Yasraf Amir Piliang, Santi Indra Astuti, Agus Rakasiwi, Ikhlasul Amal


Latar Belakang
Perkembangan teknologi media dan instrumen komunikasi saat ini telah mengubah wajah dunia jurnalistik sehingga berkembang sedemikian pesat. Sebagai buktinya, dari tahun ke tahun jumlah pengguna internet dan blogger di Indonesia terus meningkat secara tajam. Salah satu dampak yang signifikan dari fenomena ini adalah berkembangnya praktik jurnalisme warga (citizen journalism) dan new media journalism; atau bisa juga disebut sebagai jurnalisme konvergen (convergent journalism).

Merancang Masa Depan Musik Tradisional

Penampilan kolaborasi yang memadukan antara musik eksperimental seni-derau (art-noise) dengan menggali akar-akar musik tradisional, memang belum lumrah dan menjadi suatu katarsis baru dalam ranah musik kontemporer di Indonesia. Musik tradisional seolah-seolah selama ini, dianggap nyaman di wilayahnya masing-masing dan tertutup pada perkembangan musik di luarnya.

Ketercerabutan akar musik tradisional di masa sekarang, memang memandang perlunya salah satu konsep visioner tentang seni musik tradisional. Hal itulah yang menggugah seorang seniman musik eksperimental asal Singapura, Mark Chia atau One Man Nation untuk membuat satu konsep seni musik eksperimental baru di ranah irisan antara musik seni-derau dan musik tradisional.

Budaya Lokal dan Glokalisasi

Bagaimana mewujudkan rekonstruksi ideal nasionalisme anak muda Indonesia saat ini melalui apresiasi budaya lokal yang sesuai dengan era globalisasi?

Klaim Tari Pendet oleh Malaysia membuat rakyat Indonesia kembali naik pitam. Gara-gara tari itu tayang dalam sebuah iklan pariwisata Malaysia, kekesalan dan kegeraman kita meledak. Belum rasa kesal akibat Blok Ambalat, lagu “Rasa Sayange”, batik, hingga Reog Ponorogo diakui oleh Negeri Jiran, kembali kita diuji dengan klaim Tari Pendet tersebut. Lontaran kekesalan dan kemarahan dalam tweets menghiasi para pemakai situs microblogging Twitter memersoalkan insiden budaya tersebut, belum ulasan-ulasan di media massa yang menggunjingkan isu itu semakin memerkeruh suasana. Desakan-desakan dari masyarakat Indonesia dan khususnya masyarakat Bali terhadap pemerintah agar segera mengambil tindakan terhadap kasus Tari Pendet. Desakan mulai dari gugatan terhadap Pemerintah Malaysia hingga desakan soal pemakaian Hak Cipta atau Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) terhadap Tari Pendet dan karya seni-karya seni lainnya yang tersebar di pelosok Indonesia.

about me

Beberapa poster/ kliping yang mencatat tentang kegiatan-kegiatan saya sebagai pembicara seminar, tutor pelatihan, dan disc jockey jadi-jadian hehehe... yah, sangat menarik untuk mengumpulkan artefak-artefak yang bisa menjadi warisan bagi anak cucu kita kelak, yang membuat kita mesem-mesem sendiri jadinya hehehe... ;)